kesempatan1

My Friend

Analisis Keberadaan Posyandu


Posted on September 29, 2007 by dinkesprovsulteng
ABSTRAK
Fokus penelitian keberadaan kader di POSYANDU sebagai salah satu sistem penyelenggaraan pelayanan kebutuhan kesegatan dasar dalam rangkan peningkatan SDM, khususnya bayi/balita yang rentan dengan penyakit kurang gizi/lumpuh layu, cacingan, diare dan ISPA. Selain itu agar POSYANDU dapat melaksanakan fungsinya, maka perlu upaya-upaya recitalisasi fungsi dan kinerjanya yang selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pengguna (user) POSYANDU. Keberadaan POSYANDU dengan 5 (lima) kegiatannya yang dikenal dengan Panca Krida POSYANDU yakni Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Imunisasi, Peningkatan Gizi dan Penanggulangan Diare. Kelima kegiatan yang dimaksud disebut juga pelayanan 5 (lima) meja, yaitu Meja 1 : pendaftaran oleh kader POSYANDU, Meja 2 : penimbangan balita oleh kader POSYANDU, Meja 3 : pencatatan hasil penimbangan oleh kader POSYANDU, Meja 4 : penyuluhan oleh kader POSYANDU dan petugas kesehatan, dan Meja 5 : imunisasi dan pemeriksaan ibu hamil oleh petugas kesehatan.

Tugas kader selain di POSYANDU melakukan kunjungan rumah didampingi oleh nakes atau tokoh masyarakat untuk mendata dan mencari tahu tentang sebab ketidak hadiran pengguna POSYANDU, pendataan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu menyusui dan keluarga miskin (GAKIN). Tugas kader cukup berat dalam mengelola dan melayani masyarakat, karena pendataan POSYANDU belum dimaknai sebagai sarana yang dilahirkan dan dikembangkan atas kesaradaran dan upaya sendiri atas partisipasi sosial setiap komunitas di desa dan di kota.
Uraian-uraian diatas dapat dirumuskan beberapa masalah sehubungan dengan tugas kader POSYANDU yakni :
  1. Apakah ada hubungan antara motivasi kader dan pengguna POSYANDU terhadap revitalisasi POSYANDU.
  2. Faktor-faktor Barrier dan stimulans apa yang mempengaruhi revitalisasi POSYANDU.
Tujuan penelitian
  1. Untuk mengetahui dan mengalisis hubungan antara tingkat motivasi kader dan pengguna POSYANDU terhadap upaya revitalisasi POSANDU.
  2. Untuk mengungkapkan, menganalisis faktor-faktor barrier dan stimulans yang mempengaruhi revitalisasi POSYANDU.
Kegunaan penelitian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi dan analisis hubungan antara tingkat motivasi kader dan pengguna POSYANDU terhadap revitalisasi POSYANDU.
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, maka metode pengumpulan data menggunakan observasi non partisipan, indeft interview, kuesioner dan dokumentasi. Penyebaran angket diperuntukkan kader dan pengguna, dengan jumlah populasi sebanyak 4.674 kader, untuk menghitung dan menentukan jumlah sampel dilakukan secara “stratified sampling” dengan pembagian proporsional yakni, Kota Palu 54 kader, Kabupaten Banggai 79 kader, Kabupaten Toli-toli 54 kader, dan Kabupaten Parigi Moutong 83 kader. Sedangkan sampel pengguna ditentukan melalui “purposive sampling” diutamakan pengguna yang aktif pada hari buka POSYANDU, sebanyak 191 orang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, bulan Juli sampai dengan Agustus 2006 yakni data kualitatif yang bersumber dari Observasi Non Participation dan Indeft Interview dengan menggunakan pedoman wawancara, dan data Kualitatif hasil [penyebaran angket untuk kader dan pengguna dengan menggunakan rumus statistik Chi-Kuadrat dengan alpha = 0.05.
Hasil temuan menunjukkan bahwa sebagia besar kader (83.2%) mengatakan bahwa fasilitas seperti KMS/KIA, buku pencatatan, alat timbangan, bahan imunisasi dan tetes polio, obat-obatan (Vitamin A dan Fe) cukup tersedia di POSYANDU. Sedangkan jumlah kader yang aktif di Posyandu antara 2-3 orang (77.5%), sebaliknya pengguna mencapai (97.9%), tetapi tingkat kesadaran kader memberikan pelayanan di POSYANDU tiap bulan mencapai (65.9%). Ini berarti ada hubungan yang positif dan signifikan antara motiasi kader dan pengguna pada hari buka POSYANDU, karena semakin tinggi tingkat motivasi kader dan pengguna semakin tercapai pula upaya revitalisasi atau sebaliknya. Demikian juga status sosial ekonomi kader menjadi faktor barrier dan stimulans yang mempengaruhi revitalisasi POSYANDU, baik tingkat usia, pendidikan, pendapatan dan pengalam,an. Untuk mencapai hasil yang optimal, maka perlu dilakukan penyegaran dan pelatihan kader untuk meningkatkan kualitas pelayanan kader terhadap pengguna, dan solusi bagi daerah-daerah yang masih kekurangan kader, serta mengaktifkan kembali keberadaan unit pengelola POSYANDU di desa dan di kota.
artikel ini disadur dari Laporan Penelitian :Analisis Kebe







Kader Posyandu Tak Dapat Insentif
Senin, 1 November 2010 | 19:12 WIB
Ilustrasi
KEDIRI, KOMPAS.com - Sudah sepuluh bulan ini, ribuan kader pos pelayanan terpadu (Posyandu) di Kota Kediri, Jawa Timur, tidak mendapatkan insentif sebesar Rp 15.000 per bulan per orang.
Dinas Kesehatan Kota Kediri berjanji akan mencairkan insentif yang nilainya lebih rendah dari harga satu kilogram bawang merah itu pada akhir tahun 2010.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Kediri Gatot Widiantoro mengatakan pihaknya sudah mengagendakan pencairan anggaran bantuan untuk kader pos pelayanan terpadu (posyandu) di tiga kecamatan yakni Pesantren, Kecamatan Kota dan Kecamatan Mojoroto pada bulan Desembe r 2010.
"Sudah, sudah kita siapkan anggarannya. Tinggal mencairkan saja. Rencananya pada bulan Desember nanti. Tidak usah khawatir, pasti cair," ujarnya, Senin (1/11/2010) di Kediri.
Ketika ditanya kendala pencairan anggaran, Gatot mengatakan nyaris tidak ada. Dinas Kesehatan sebenarnya sudah mengalokasikan insentif sejak awal tahun.
Namun anggaran itu tak kunjung cair karena pihaknya memprioritaskan anggaran untuk kegiatan lain yang dinilai lebih penting.
Kemudian, Dinkes mengajukan kembali pada saat APBD-Perubahan 2010 pada Agustus lalu. Anggaran itu sudah disetujui dan tinggal mencairkan.
Namun pihaknya sengaja menunda pencairan sampai Desember karena masih banyak kegiatan lain yang harus diprioritaskan.







Tesis Peran Posyandu Dalam Penyebaran Informasi Tentang Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi Di Kecamatan X Kota X

| |
(Kode STUDPEMBX0013) : Tesis Peran Posyandu Dalam Penyebaran Informasi Tentang Keluarga Berencana Dan Kesehatan Reproduksi Di Kecamatan X Kota X

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Berbicara mengenai peranan pembangunan dan masalah-masalah kesehatan yang mendasar pada pola dan arah strategi pembangunan kesehatan, maka tidak terlepas dari masalah komunikasi, penyebaran informasi dan diterima atau tidaknya suatu gagasan baru tersebut. Gagasan baru dapat tersebar dengan melalui proses difusi inovasi.
Dalam usaha membangun kesehatan maka peranan komunikasi sangat penting. Komponennya yaitu komunikator berperan sebagai gerakan aktivitas informasi, motivasi dan edukasi masyarakat bisa memahami kesehatan. Bahwa kesehatan itu pada dasarnya menyangkut semua kehidupan, baik kehidupan perseorangan, keluarga, kelompok manusia, masyarakat luas maupun bangsa. Dengan kata lain, ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas.
Menurut Roekmono dan Setiady (1985) masyarakat tidak hanya membatasi diri kepada individu yang tidak sakit dan memerlukan pengobatan, melainkan ingin melihat manusia dalam interaksi manusia dengan lingkungan dimana ia hidup. Sekaligus dalam pengertian ini termasuk interaksi manusia dengan beberapa pranata dalam kehidupan kebudayaan. Beberapa contoh diantaranya yang relevan disini adalah pranata sosial budaya, pranata pelayanan kesehatan modern, pranata pengobatan tradisional dan pranata pendidikan.
Juga Hapsara (1986) menjelaskan bahwa orientasi upaya kesehatan yang semula berupa upaya penyembuhan penderita berkembang secara berangsur-angsur ke arah kesatuan upaya peningkatan kesehatan untuk seluruh masyarakat yang mencakup peningkatan (promotive), pencegahan (preventive), penyembuhan (curative) dan pemeliharaan (rehabilitasi) yang menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Upaya peningkatan kesehatan itu dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial budaya termasuk ekonomi, lingkungan fisik dan biologik yang semuanya bersifat dinamis dan kompleks serta tidak lepas dari pengaruh perkembangan dunia internasional.
Jelaslah bahwa upaya peningkatan kesehatan cukup luas dan kompleks masalahnya sehingga memerlukan usaha yang intensip dan mantap (dalam menangani masalah-masalah kesehatan dan pembangunan kesehatan). Berbagai faktor yang perlu diperhatikan, antara lain faktor lingkungan yang selalu berubah dan berpengaruh pada pola atau arah strategi pembangunan kesehatan nasional.
Masalah-masalah kesehatan semakin bertambah kompleks di Indonesia, misalnya, banyak masalah-masalah dan pembangunan kesehatan dipengaruhi oleh faktor lainnya, sehingga pola atau arah dan pembangunan kesehatan nasional dipengaruhi pula. Dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan yang semakin kompleks tersebut Departemen Kesehatan telah membentuk suatu Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
Adapun pemikiran dasar Sistem Kesehatan Nasional pada pokoknya meliputi antara lain, tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk dan terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit yang dilakukan secara terpadu dan pemerintah mengusahakan pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau oleh seluruh rakyat. Lebih terperinci lagi pembangunan kesehatan dirumuskan dalam RPJPK dan dijabarkan dalam RP3JPK. RPJPK ini merupakan kemauan (Karsa), dan karsa ini ditetapkan dalam Panca Karsa Husada, yang terdiri dari:
- peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam kesehatan,
- perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan,
- peningkatan status gizi masyarakat.,
- pengurangan kesakitan dan kematian,
Untuk mencapai kelima karsa tersebut diatas ditetapkan pula upaya pokok, yang disebut Panca Karya Husada dan terdiri dari:
- peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan,
- pengembangan tenaga kesehatan,
- pengendalian, pengadaan dan pengawasan obat, makanan dan bahan berbahaya bagi kesehatan,
- perbaikan gizi dan peningkatan kesehatan lingkungan,
- peningkatan dan pemantapan manjemen hukum.
- pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan makin diterimanya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Kelima karya ini ditegaskan dalam 15 pokok program. Dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan bahwa dalam bentuk pokok penyelenggarannya dilakukan melalui upaya kesehatan Puskesmas, peran serta masyarakat dan rujukan upaya kesehatan. Upaya ini telah diterjemahkan dalam bentuk operasionalnya bedasarkan jenis dan tingkat pelayanannya dan melihat wilayah cakupannya. Atas dasar ini, maka didapatkan suatu sistem upaya pelayanan kesehatan. Upaya pelayanan kesehatan merupakan suatu jaringan pelayanan kesehatan yang dimulai dari tingkat yang terbawah, pada setiap rumah tangga, sampai dengan tingkat teratas yang mempunyai kecanggihan profesional. Komponen dan tingkatan sistem pelayanan kesehatan digambarkan oleh Soebagyo Oetomo (1987) dalam suatu hirarki sebagai berikut:

** BAGIAN INI SENGAJA TIDAK DITAMPILKAN **

Dalam peningkatan kemampuan setiap orang atau keluarga untuk dapat menyelesaikan masalah kesehatan sendiri dalam mewujudkan hidup sehat yang diperlukan adalah hierarki profesional dan jaringan pelayanan masyarakat dan keluarga untuk mewujudkan maksud di atas. Dengan menggunakan Puskesmas sebagai penggerak tumbuhnya jaringan pelayanan masyarakat maka diadakan suatu forum yang dapat mendukung usaha pelayanan profesional dan masyarakat. Terutama, dalam mendorong kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, maka dihidupkan kembali strategi oleh Departemen Kesehatan yaitu pos pelayanan terpadu (posyandu). Posyandu merupakan usaha untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Berkaitan dengan posyandu, Suyono Yahya (1987) menjelaskan bahwa dalam hierarki pelayanan kesehatan posyandu adalah jembatan upaya-upaya pelayanan profesional dan pelayanan non-profesional yang dapat dikembangkan oleh masyarakat dan keluarga.
Demikian juga Sonja P. Roesma (1987) menjelaskan bahwa posyandu merupakan usaha keterpaduan karena program yang berdaya ungkit besar bagi penurunan angka kematian bayi, balita dan ibu, sektor yang berkaitan erat dengan pembangunan kesehatan antara lain kependudukan, pertanian, pendidikan, pelayanan kesehatan profesional dan nonprofesional/masyarakat.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa posyandu merupakan salah satu bentuk operasional pemberian kesehatan pada masyarakat secara langsung. Karena itu, diperlukan suatu pendekatan yang kekuatannya terletak pada pelayanan kesehatan dasar dan kerja sama lintas sektor. Peran serta masyarakat ini diperoleh melalui rekayasa masyarakat, dapat dilakukan melalui komunikasi, informasi, dan motivasi serta upaya penggerak masyarakat. Hal tersebut dilakukan berbagai cara berdasarkan kondisi dan situasi masyarakat setempat. Dengan demikian, posyandu merupakan forum komunikasi dan pelayanan di masyarakat antara sektor yang memadukan kegiatan pembangunan sektoralnya dengan kegiatan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memecahkan masalahnya alih melalui teknologi.
Sasaran posyandu adalah terutama masyarakat desa dengan tujuan memperkenalkan inovasi kesehatan dan teknologi kesehatan. Oleh karena, masih banyaknya jumlah penduduk yang tinggal dipedesaan, komunikasi dengan masyarakat desa lebih diutamakan karena komunikasi dengan masyarakat desa merupakan bagian dari komunikasi dengan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat pedesaan tentang peningkatan kesehatan dan hidup dalam lingkungan sehat ada dua unsur penting yang perlu dicatat. Kedua unsur penting itu dijelaskan oleh Astrid Sosanto (1978) sebagai berikut isi komunikasi yang sering merupakan hal-hal baru (inovasi) bagi penduduk desa, adanya latar belakang sosial budaya yang sering berbeda antara pembuat konsep isi pesan ataupun pembawa pesan (komunikator) dengan penduduk pedesaan.
Kedua faktor di atas masing-masing menunjukkan situasi komunikasi inovasi, yaitu bagaimana suatu inovasi disebarluaskan kepada masyarakat. Dalam meneliti peran posyandu, studi ini mencoba menggambarkan dari segi komunikasi kesehatan dan inovasi kesehatan. Posyandu adalah medium dan organisasi sebagai sumber pesan-pesan kesehatan penting untuk diteliti, terutama untuk melihat peranannya dalam meningkatkan partisipasi masyakarat dalam program kesehatan. Justeru itu, posyandu perlu ditunjang oleh adanya suatu kegiatan komunikasi yang bekerja secara aktif dalam menyebar luaskan pesan-pesan kesehatan dalam masyarakat.
Kegiatan komunikasi pada pokoknya adalah menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman tentang infomasi yang disampaikan itu. Informasi yang disampaikan oleh provider dan kader perlu dipahami oleh pihak penerima atau masyarakat sehingga apa yang dimaksud oleh posyandu, yaitu penyuluhan kesehatan, diterima dan dilaksanakan dengan baik.
Posyandu menetapkan programnya yaitu pembangunan kesehatan masyarakat desa. Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan, maka langkah pertama yang ditempuh adalah memberi penjelasan masyarakat tentang berbagai kegiatan posyandu. Dengan penjelasan yang diberikan oleh posyandu maka akan tercipta interaksi antara pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat sebagai penerima pesan-pesan kesehatan. Dengan demikian, peran komunikasi sangat penting untuk berperan dalam menciptakan partisipasi masyarakat. Partisipasi dan komunikasi hanya dapat dicapai apabila sistem nilai, sistem sosial budaya dan struktur sosial masyarakat dimanfaatkan. Justru itu, kegiatan komunikasi dapat dilakukan dengan mengajak para pemuka masyarakat terlebih dahulu. Yang termasuk pemuka masyarakat adalah pemimpin formal dan informal. Pemuka masyarakat sangat efektif, terutama pemimpin informal karena ia mengenal masyarakat dan oleh masyarakat setempat dianggap sebagai tokoh atau pemimpin yang mengetahui banyak masalah-masalah sosial dan kemasyaraktan.
Strategi posyandu adalah memanfaatkan pemuka masyarakat di samping organisasi sosial sebagai saluran komunikasi. Lembaga-lembaga sosial seperti. Lembaga Musyawarah Desa (LMD/Tuha Empat dan Tuha Delapan) Lembaga Masyarakat Desa, Badan Perwakilan Desa (BPD), dan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) serta saluran-saluran komunikasi interpersonal telah digunakan sebagai saluran komunikasi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat, terhadan program kesehatan.

1.2. Perumusan Masalah
Seperti diketahui bahwa masalah kesehatan sangat luas ruang lingkupnya dan sangat kompleks. Masalahnya bukan hanya menyangkutkesehatan semata-mata tetapi faktor sosial budaya, ekonomi, pendidikan, sikap dan kepercayaan turut berpengaruh didalamnya. Jika dilihat dari sudut ini, maka masalah kesehatan bukan hanya masalah dokter, dan ahli-ahli kesehatan saja, tetapi masalah kesehatan juga merupakan tanggung jawab para ahli ilmu sosial.
Karena luasnya masalah kesehatan, maka penulis perlu membatasi untuk memberikan kajian yang ini, masalah akan dibatasi tentang Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi. Titik berat kesehatan dalam program kesehatan serta sejauh mana posyandu sebagai sumber atau medium dalam menyalurkan pesan-pesan kesehatan.
Struktur sosial adalah lembaga-lembaga formal dan informal yang ada dalam masyarakat desa seperti birokrasi pemerintahan desa. Norma sistem sosial adalah pedoman tingkah laku yang telah dianut oleh suatu anggota sistem sosial tertentu. Struktur sosial dan norma sistem sosial masyarakat desa pada umumnya bersifat tradisional. Masyarakat tradisional memiliki ciri-ciri antara lain berpendidikan relatif rendah, kehidupan sosial ekonomi lemah, pola hubungan interpersonal sangat kuat, sedikit sekali komunikasi yang dilakukan oleh anggota sistem dengan pihak luar. Dari kondisi ini maka pengenalan terhadan pengobatan modern relatif masih rendah dan pengenaan media massa juga rendah. Sebaliknya pola komunikasi yang banyak digunakan adalah komunikasi interpersonal.
Dengan demikian struktur sosial dan norma sistem sosial masyarakat desa mempunyai pengaruh terhadan tingkah laku orang-orang dewasa serta perubahannya dalam menjawab tantangan komunikasi. Sebaliknya struktur sosial dan norma sistem sosial desa kemungkinan bisa berpengaruh. Dapat merintangi atau sebaliknya dapat pula memudahkan proses difusi inovasi. Demikian juga difusi inovasi bisa pula merubah struktur sosial dan norma sistem sosial suatu masyarakat.
Dengan bertitik tolak atas permasalahan-permasalahan tersebut di atas, penulis mencoba merumuskan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan lembaga-lembaga formal, informal dan anggota sistem sosial (ibu-ibu balita) terhadan proses difusi inovasi kesehatan modern yang dilakukan oleh posyandu terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi?
2. Bagaimana anggota sistem sosial (ibu-ibu balita) mencari informasi tentang pengobatan modern terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi?
3. Bagaimana peranan kader dalam penyebaran inovasi kesehatan modern terutama mengenai KB dan kesehatan reproduksi?

1.3. Ruang Lingkup Kajian
Ruang lingkup penulisan ini adalah komunikasi dengan pengkhususan masalah komunikasi KB dan kesehatan reproduksi terutama peranan komunikasi dalam melaksanakan difusi inovasi kesehatan. Studi-studi difusi inovasi terutama menelaah tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru. Dalam kajian ini fokus utamanya adalah untuk melihat peranan posyandu sebagai penyebar gagasan baru di bidang kesehatan pada masyarakat desa.

1.4. Tujuan Kajian
Tujuan dari kajian ini adalah untuk melihat peran posyandu dalam menyebarluaskan informasi kesehatan. Untuk mengetahui saluran-saluran komunikasi ikut mendukung peran posyandu.

1.5. Manfaat Kajian
Hasil kajian ini diharapkan secara teoritis dapat mendukung pengembangan studi komunikasi, khususnya komunikasi kesehatan. Secara praktis dapat mendukung kebijaksanaan posyandu dalam program kesehatan masyarakat.